Sabtu, 27 Agustus 2011

Astronomi : Struktur Jagat Raya

Di semua arah di sekeliling kita terbentang sebuah semesta dari berbagai planet, komet, bintang, galaksi, nebula, serta awan debu dan gas. Pada malam yang gelap dan tak berawan, anda mungkin dapat melihat ribuan bintang, satu dua planet, dan beberapa gugusan kecil. Satu diantara gugusan-gugusan tersebut adalah sebuah galaksi lain – Andromeda – sebuah gugusan bintang yang sangat besar dan objek terjauh dan terbesar yang bisa terlihat dengan mata telanjang. Andromeda berjarak 2,9 juta tahun cahaya dari bumi dan berdiameter lebih dari 100.000 tahun cahaya. Dalam konteks jagat raya, Andromeda termasuk galaksi yang dekat. Untuk skala yang sangat jauh, para astronom mengukur jarak dalam satuan tahun cahaya. Saat ini kita akan mulai mengupas lebih dalam objek-objek pada jagat raya.

1.    1.   Planet
Sebelum tahun 1800, planet-planet yang dikenal hanyalah enam planet terdekat dengan Matahari dari sembilan planet yang menyusun galaksi Bimasakti. Namun, para astronom sekarang mengetahui bahwa planet adalah benda langit yang umum, dan kemungkinan besar terdapat di seluruh bagian jagat raya.
 Gambar 1.1 Beberapa planet penyusun galaksi Bimasakti

                Planet dibagi menjadi dua jenis. Planet-planet kecil disebut planet terestrial, tersusun atas materi yang sebagian besar berupa batuan dan logam, berpermukaan keras, dan bisa memiliki atau tidak memiliki atmosfer. Merkurius, Venus, Bumi, Mars dan mungkin juga Pluto termasuk dalam kategori planet terestrial. Planet lain seperti, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, serta semua planet yang hingga kini telah ditemukan di sekeliling bintang-bintang lain, berukuran beberapa kali lebih besar dan dikenal sebagai bola gas raksasa, meski planet ini sebenarnya tidak tersusun dari gas. Bola gas raksasa tersusun dari hidrogen dan helium, yang di Bumi berwujud gas, tapi di planet raksasa tersebut, materi ini berwujud cair. Jadi, bola raksasa sebenarnya adalah sebuah bola liquid superbesar yang berputar. Planet-planet ini memiliki atmosfer yang bercampur dengan interiornya, dan mungkin memiliki inti padat.
2.       Bintang
Planet-planet yang sangat banyak itu mengorbit mengelilingi bintang-bintang, sama seperti Bumi mengelilingi Matahari. Meski menggunakan teleskop paling canggih sekalipun, kebanyakan bintang di luar angkasa terlihat tidak lebih besar dari ujung peniti. Padahal kenyataannya, bintang adalah bola gas masif dan panas berdiameter puluhan atau bahkan ratusan ribu kilometer.
Bintang memiliki ukuran yang berbeda-beda, bahkan ada yang berpasangan dan saling mengorbit, yang dikenal sebagai bintang kembar. Urutan terbawah menurut ukuran bintang dihuni oleh bintang-bintang terkecil yang berjumlah paling banyak, yang dikenal sebagai katai merah. Katai merah umumnya berukuran separuh Matahari dan memiliki suhu permukaan sekitar 4.000 C (7.000 F). Bintang-bintang yang memiliki seukuran Matahari umumnya memiliki suhu yang lebih panas, berwarna kuning, lebih masif, dan jumlanya sedikit. Urutan tertinggi dihuni leh bintang-bintang yang sangat terang, sepuluh kali lebih masif dibanding Matahari, dan disebut raksasa biru. Raksasa biru sangat sedikit dan luar biasa panas, dengan suhu lebih dari 50.000 C (90.000 F). Meski demikian, semua jenis bintang menyala sepanjang hidupnya menyala sepanjang hidupnya dengan cara sama. Semakin tua, bintang mengalami perubahan menakjubkan. Misalnya, Matahari akan mendekati ajalnya dengan mula-mula membengkak menjadi sebuah monster bintang, yang disebut raksasa merah, yang berukuran ratusan kali lebih besar dari bintang biasa meski jauh lebih ringan. Tahap ini diikuti peluruhan dan kematian, menyisakan bangkai kecil yang disebut katai putih, yang berukuran seratus kali lebih kecil dari bintang biasa.
3.       Nebula
Awan-awan gas dan debu yang disebut nebula, yang didalamnya terlahir banyak bintang, merupakan reservoir hidrogen dan helium raksasa. Nebula juga mengandung sedikit gas-gas lai, serta butiran-butiran karbon yang diselimuti es. Nebula ada yang terang ada juga yang gelap, bergantung pada cara pengamatan dan posisinya terhadap bintang. Cahaya dari bintang di dekat nebula akan dipantulkan oleh gas dan menghasilkan nebula pantulan, atau cahaya akan membuat gas dalam nebula menyala seperti aurora dan dihasilkan nebula terang yang disebut nebula emisi. Jika tidak ada bintang didekat nebula, gas tidak akan memantulkan cahaya, tetapi nebula masih terlihat karena materi terang yang terkandung di dalamnya. Nebula terbesar adalah awan-awan molekul raksasa. Nebula ini berdiameter ratusan tahun cahaya dan mengandung cukup materi untuk membuat jutaan bintang

 Gambar 3.1 Molekul raksasa nebula

                Bintang terlahir dalam awan gas dan debu yang sangat besar yang disebut nebula dan nebula yang diperlihatkan pada gambar diatas megandung bintang dari segala umur. Awan gelap di pojok kiri atas belum mulai meluruh membentuk bintang. Pilar-pilar hidrogen yang menyala di kiri bawah berisi bintang-bintang yang baru lahir. Bagian pilar yang terang mengandung bintang-bintang masif muda yang akan berusia pendek; sedangkan cahaya biru besar disebelah kanan atas menunjukan kematian bintang.
4.      Galaksi
Galaksi merupakan gugusan superbesar terdiri dari banyak nebula, bintang dan mungkin juga planet. Galaksi dapat dibedakan bedasarkan bentuknya. Dua jenis utama dari galaksi adalah galaksi spiral dan galaksi elips. Galaksi yang tidak berbentuk spiral ataupun elips disebut galaksi tak beraturan.

Gambar 4.1 Galaksi spiral, galaksi elips dan galaksi tak beratuan

Bimasakti merupakan contoh galaksi spiral memiliki distribusi bintang dan nebula berbentuk spiral dan memiliki sekitar 200 bintang. Seperti namanya, galaksi spiral memiliki distribusi bintang dan nebula berbentuk spiral, dan umumnya datar seperti cakram. Akan tetapi, bagian tengah galaksi jenis ini mengembung. Galaksi-galaksi terbesar adalah galaksi-galaksi elips. Galaksi elips beberapa kali lebih masif dibanding galaksi spiral dan berdiameter lebih dari 100.000 tahun cahaya. Galaksi elips berbentuk seperti bola rugby raksasa. Namun, ketiga sumbunya memiliki panjang berbeda. Galaksi elips juga berbeda dengan galaksi spiral dalam hal galaksi elips mengandung sangat sedikit materi nebula, sehingga memiliki sangat sedikit bintang baru. Yang terakhir galaksi tidak beraturan, yaitu galaksi yang yang tidak termasuk dalam dua jenis galaksi diatas. Meski demikian, tidak semua galaksi jenis ini berbentuk acak-acakan seperti namanya. Beberapa galaksi ini berbentuk hampir seperti cakram dan, seperti galaksi spiral, memiliki titik-titik aktif pembentukan bintang, tetapi tidak memiliki lengan spiral yang jelas.
5.       Gugusan (Cluster) Galaksi
Seperti bintang yang cenderung berkelompok membentuk galaksi karena karena pengaruh gravitasi, galaksi-galaksi juga cenderung berkelompok membentuk gugusan (cluster) yang lebih besar. Cluster yang besar, seperti Cluster Virgo, terdiri dari ribuan anggota dan berdiameter ± 20 juta tahun cahaya. Cluster-cluster kecil, seperti Grup Lokal yang anggotanya termasuk galaksi Bimasakti dan Andromeda, beranggotakan hanya sekitar 30 galaksi kecil yang terbentang sejauh 5 juta tahun cahaya. Seperti galaksi, cluster galaksi terkaya umumnya menunjukan struktur tertentu, yaitu galaksi-galaksi masif – biasanya berbentuk elips – mendominasi pusat cluster. Kerapatan pusat cluster sangat tinggi dengan jarak antargalaksi sangat dekat, jauh lebih rapat dbanding susunan bintang-bintang. Namun, semakin jauh keluar dari pusat cluster, kerapatan semakin menurun dan galaksi-galaksi menjadi lebih kecil, tidak teratur, berjauhan, dan tiap galaksi hanya terdiri dari beberapa juta bintang.

Gambar 5.1 Gugusan Galaksi yang membentuk cluster

6.       Supercluster
Cluster galaksi bukanlah struktur terbesar di jagat raya. Seperti galaksi yang cenderung berkelompok, semua cluster galaksi juga cenderung berkelompok membentuk kumpulan yang luar biasa besar, disebut supercluster. Pada skala yang sangat besar ini, jagat raya berbentuk seperti busa sabun raksasa. Lembaran-lembaran raksasa dari cluster dan supercluster – yang masing-masing terdiri dari miliaran galaksi – membentuk dinding atau filamen dari “gelembung” busa sabun tersebut. Di dalam gelembung ini terdapat ruang-ruang kosong yang sangat besar, yang oleh karenanya disebut “void” dengan diameter mencapai 150 – 200 juta tahun cahaya. Hampir semua materi tampak di seluruh jagat raya terletak dalam lembaran filamen raksasa ini. Meski ada miliaran galaksi, sebagian besar ruang di jagat raya merupakan ruangan kosong. Hanya ada satu yang lebih besar supercluster – jagat raya itu sendiri. Membandingkan jagat raya dengan dengan asteroid terbesar sama halnya dengan membandingkan asteroid itu sendiri dengan partikel subatomik terkecil, yang disebut quark.

Jumat, 26 Agustus 2011

Penginderaan Jauh : Satelit ALOS

1.1.            Advanced Land Observing Satellite (ALOS)
            ALOS (Advanced Land Observing Satellite) merupakan satelit penginderaan jauh Jepang yang diutamakan untuk pengamatan daratan menggunakan teknologi satelit JERS-1 (Japanese Earht Resource Satellite-1) dan satelit ADEOS (Advanced Earth Observing Satellite) yang telah ditingkatkan (Gokmaria, 2009). Satelit ALOS dilengkapi dengan tiga sensor inderaja, yaitu sensor PRISM (Panchromatic Remote Sensing Instrument for Stereo Mapping) dan sensor AVNIR-2 (Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type-2), serta sebuah sensor gelombang mikro atau radar yaitu PALSAR (Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar).
            Satelit ALOS diluncurkan pada tanggal 24 januari 2006 dan berhenti beroperasi pada bulan april 2011,  mempunyai 5 misi utama yaitu pegamatan kartografi,  pengamatan regional,  pemantauan bencana alam,  penelitian sumber daya alam dan pengembangan teknologi satelit JERS-1 dan ADEOS. Satelit ALOS bergerak pada orbit sinkron matahari dengan ketinggian 691.65 km pada ekuator, sudut inklinasi 98.16  derajat. ALOS melintasi khatulistiwa pada pukul 10.30 waktu lokal pada posisi satelit ke arah kutub selatan atau mode menurun (descending mode) dan pukul 22.30 waktu lokal pada posisi satelit ke arah kutub utara atau mode menaik (ascending mode). Periode pengulangan orbit adalah 46 hari, dengan kemampuan pengulangan 2 hari untuk sensor pandangan sisi (side looking).



 

Gambar 1.1 Konfigurasi satelit ALOS

Tabel 1.1 Spesifikasi ALOS
Tanggal Peluncuran
24 Januari 2006
Kendaraan Peluncur
H – IIA
Tempat Peluncuran
Tanegashima Space Center, Jepang
Berat
± 4 ton
Tenaga Utama (Sel Surya)
± 7 kw
Desain Pemakaian
3-5 tahun
Orbit
Sun Synchronous, Sub recurrent
Waktu Pengulangan: 46 hari
Ketinggian : 691.65km (di atas ekuator)
Inclinasi : 98.16 derajat.

1.2.            ALOS PRISM
PRISM (Panchromatic Remote-Sensing Instrument for Stereo Mapping) merupakan radiometer pankromatik yang memiliki resolusi spasial 2,5 meter pada titik nadir. Data yang diekstrak menyediakan model permukaan digital (Digital Surface Model) yang akurat.
PRISM memiliki tiga titik optik independen untuk melihat titik nadir, depan dan belakang (Backward and Forward). Masing-masing optik teleskop terdiri dari tiga cermin dan beberapa detektor CCD untuk penyapuan memanjang. Teleskop Nadir mampu mencakup lebar 70 km, sedangkan teleskop depan dan belakang mencakup lebar area 35 km (lihat ilustrasi). Teleskop dipasang pada sisi optical bench pada suhu yang tepat. Teleskop depan dan belakang (Forward and Backward) memiliki inklinasi 24 dan -24 derajat dari titik nadir untuk rasio dasar ketinggian 1,0. Bidang luas pandang (FOV) PRISM menyediakan tiga stereo penuh tumpang tindih (triplet) dengan lebar 35 km tanpa pemindai pemindaian mekanis atau kemudi yaw dari satelit. Tanpa  lebar FOV ini, ke depan, nadir, dan kebelakang  citra tidak akan saling tumpang tindih (overlap) akibat rotasi bumi.

Gambar 1.2  Sensor PRISM dan karakteristik observasi ALOS PRISM


Tabel 1.2 Spesifikasi ALOS PRISM
Jumlah Band
1 (pankromatik)
Panjang Gelombang
0,52-0,77 mikrometer
Jumlah Optik
3 (Nadir, Maju, Mundur)
Dasar-ke-Tinggi rasio
1.0 (Forward dan Backward antara tampilan)
Resolusi spasial
2,5 m (pada Nadir)
Lebar Petak
70 km (Nadir saja) / 35km (modus Triplet)
S / N
> 70
MTF
> 0,2
Jumlah Detektor
28000 / band (Lebar petak 70km)
14000 / band (35km Lebar petak)
Menunjuk Sudut
-1.5 Untuk 1,5 derajat
(Triplet Mode, Cross-track arah)
Panjang bit
8 bit
(http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/about_index.htm)


1.3.            ALOS AVNIR-2
 AVNIR-2 (The Advanced Visible and Near Infrared Radiometer type 2) merupakan gelombang visible dan radiometer yang digunakan untuk mengamati daratan dan wilayah pesisir. AVNIR-2 menyediakan peta cakupan lahan dengan spasial yang baik dan peta klasifikasi penggunaan lahan untuk pemantauan lingkungan daerah. AVNIR-2 adalah penerus AVNIR yang terdapat pada Advanced Earth Observing Satellite (ADEOS), yang diluncurkan pada bulan Agustus 1996. The Instantaneous Field-of-view (IFOV) adalah peningkatan utama atas AVNIR. AVNIR-2  menyediakan gambar dengan resolusi spasial 10m, perbaikan atas resolusi 16m dari AVNIR di wilayah multi-spektral. AVNIR-2 memiliki peningkatan detektor CCD (AVNIR memiliki 5.000 pixel per CCD; AVNIR-2 7.000 pixel per CCD) dan elektronik mengaktifkan resolusi yang lebih tinggi. Sebuah fungsi lintas-track menunjuk untuk observasi prompt dari daerah bencana adalah perbaikan lain. Sudut menunjuk (Pointing angle) dari AVNIR-2 adalah 44 dan - 44 derajat.
Tabel 1.3 Spesifikasi ALOS AVNIR-2
Jumlah Band
4
Panjang Gelombang
Band 1: 0,42-0,50 mikrometer
Band 2: 0,52-0,60 mikrometer
Band 3: 0,61-0,69 mikrometer
Band 4: 0,76-0,89 mikrometer
Resolusi Spasial
10m (pada Nadir)
Lebar Petak
70km (pada Nadir)
S/N
   >200
MTF
Band 1 sampai 3:> 0,25
Band 4:> 0,20
Jumlah Detektor
7000/band
Pointing Angle
    - 44 sampai + 44 derajat
Panjang Bit
8 bit


Gambar 1.3 Sensor AVNIR-2 dan Karakteristik Observasi AVNIR-2
 
1.4.             ALOS PALSAR
               PALSAR (Phased Array type L-Band Synthetic Aperture Radar) merupakan sensor gelombang mikro aktif pada L-band (frekuensi-pusat 1270 MHz 23.6 cm) yang dikembangkan oleh JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) bekerja sama dengan JAROS (Japan Resource Observation Systems Organization). Sensor PALSAR mempunyai kemampuan off-nadir dengan variable antara 10-51 derajat (sudut datang 8-60 derajat) dengan menggunakan teknik phased array aktif dengan 80 modul-modul untuk mentransmisikan/penerimaan.
               ALOS PALSAR adalah suatu instrument yang secara penuh polarimetrik, bekerja dengan salah satu mode sebagai berikut :
·         FBS (Fine Beam Single-Polarization) atau polarisasi tunggal (HH),
·         FBD (Fine Beam Dual-Polarization) atau polarisasi rangkap dua (HH, HV),
·         Polarisasi penuh (HH, HV,VH,VV).
Polarisasi diubah dalam setiap pulsa dari sinyal transmisi, dan sinyal polarisasi ganda diterima secara simultan.

 Gambar 1.7 Karakteristik observasi PALSAR dan Sensor PALSAR

Selasa, 23 Agustus 2011

Penginderaan Jauh Aktif : InSAR


1.1.            Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh atau inderaja dalam bahasa Indonesia merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek, daerah, atau fenomena di permukaan bumi tanpa harus melakukan kontak langsung. Informasi yang didapat merupakan hasil dari perekaman sensor yang menerima pantulan sinyal gelombang dari obyek. Wahana dari instrumen ini dapat berupa satelit (spaceborne) ataupun pesawat (airbone).

Gambar 1.1 Wahana dalam Penginderaan Jauh (Kusman, 2008)
Penginderaan jauh memiliki beberapa komponen yaitu tenaga, obyek, sensor, detektor , dan wahana. Tenaga dalam penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi tenaga alami dan tenaga buatan. Tenaga alami berasal dari matahari dan tenaga buatan biasa disebut pulsa. Penginderaan jauh yang menggunakan sumber tenaga dari matahari biasa disebut dengan sistem pasif. Sistem pasif ini merekam tenaga pantulan maupun pancaran. Sedangkan penginderaan jauh yang menggunakan tenaga pulsa disebut dengan sistem aktif. Kelebihan dari sistem aktif adalah dapat digunakan untuk pengambilan gambar di malam hari. Tenaga ini digunakan oleh wahana penginderaan jauh untuk mengamati obyek yang ada di permukaan bumi menggunakan sensor sebagai alat penerima pantulan maupun pancaran radiasi elektromagnetik yang kemudian direkam oleh detektor.
Wahana penginderaan jauh menggunakan sistem sensor optik untuk mendeteksi radiasi sinyal matahari dalam gelombang visible dan near infrared yang kemudian dipantulkan atau dihamburkan dari obyek di permukaan bumi. Setiap obyek di permukaan bumi memiliki perbedaan material permukaan, sehingga pantulan gelombang tampak dan infrared yang dihasilkan berbeda pula. Data penginderaan jauh dapat berupa citra foto dan citra digital yang merupakan rekaman dari suatu obyek. Data ini kemudian dilakukan analisis dan interpretasi agar dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan tertentu.


Gambar 1.2 Prinsip Penginderaan Jauh (Kusman, 2008)

1.2.             Penginderaan Jauh dengan Radar
Penginderaan jauh dengan radar merupakan pencitraan dengan memancarkan radiasi gelombang  radar ke obyek di permukaan bumi. Citra dari permukaan bumi dibentuk oleh pantulan atau hamburan energi gelombang radar dari permukaan baik daratan maupun lautan dan sinyal gelmbang dikembalikan lagi ke sensor.  Kelebihan dari pencitraan ini adalah dapat dilakukan dalam kondisi siang hari ataupun malam hari, serta gelombang yang dipancarkan dapat menembus awan, pepohonan serta perairan dangkal tergantung dari jenis band yang digunakan (Kusman, 2008).
Radar menggunakan spektrum gelombang elektromagnetik pada rentang  frekuensi 300 MHz hingga 30 GHz atau panjang gelombang 1 cm hingga 1 meter dengan polarisasi gelombang single vertikal atau horisontal pesawat.  Citra radar yang diperoleh merepresentasikan jumlah energi pantul yang diterima oleh sensor.  Besar kecilnya panjang gelombang yang digunakan berpengaruh  pada citra yang diperoleh.  Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kuat daya tembus gelombangnya.  Hal ini berlaku dengan catatan bahwa semakin tinggi nilai konstanta dielektriknya maka semakin sulit untuk ditembus.
Tabel 1.1 Karakteristik Band (Kusman, 2008)
Sistem radar menggunakan tenaga berupa pulsa sehingga dapat dikategorikan sebagai penginderaan jauh sistem aktif. Pada permukaan bumi, pulsa gelombang radar dipancarkan ke segala arah, sebagian pantulannya diterima kembali oleh sensor. Sistem pencitraan radar bisa menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi dari peemukaan bumi. Sistem ini disebut dengan SAR (Synthetic Aperture Radar). Intensitas SAR tergantung dari jumlah hamburan yang kembali dari target dan diterima kembali oleh SAR antena.
Pada prinsipnya, SAR menggunakan prinsip Doppler yaitu frekuensi suatu sumber bunyi akan terdengar berubah apabila sumber bunyi tersebut berubah posisi relatifnya terhadap sensor (pendengar). Prinsip Doppler ini berlaku pula untuk gelombang elektromagnetik. Penjalaran gelombang memiliki frekuensi tertentu dan apabila diperoleh suatu frekuensi dengan cara menerapkan prinsip Dopler, maka frekuensi tersebut dinamakan frekuensi Doppler. Perbedaan frekuensi yang terjadi akan mengakibatkan hasil citra untuk tiap obyek berbeda. 


1.3.            Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR)
            (InSAR) Interferometric Synthetic Aperture Radar merupakan teknik penginderaan jauh yang digunakan untuk membuat DEM (Digital Elevation Model) atau model topografi berdasarkan data radar. Sensor radar pada pesawat udara atau satelit memancarkan gelombang radar secara konstan,  kemudian gelombang radar tersebut dipantulkan oleh permukaan bumi dan kemudian gelombang tersebut diterima kembali oleh sensor.
            Citra radar yang diperoleh dari pesawat udara maupun satelit berisi dua informasi penting. Informasi tersebut adalah daya sinar pancar berupa amplitude dan fase yang dipengaruhi oleh banyaknya gelombang yang dipancarkan serta dipantulkan kembali. Gambar 1.3  merupakan grafik fase pada satu amplitude dalam perekaman citra radar.
Gambar 1.3 Grafik  Fase
            Pada saat gelombang dipancarkan dilakukan pengukuran fase. Pada citra yang diperoleh dari tiap elemen citra (piksel) akan memiliki dua informasi tersebut. Intensitas sinyal dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari obyek yang memantulkan gelombang tersebut, sedangkan fase gelombang digunakan untuk menentukan jarak dari satelit ke obyek. Dari analisis jarak tersebut dapat dibentuk model topografi (DEM) dan juga perubahan (deformasi) apabila terjadi.


      Gambar 1.4 Konfigurasi sistem pemetaan dengan SAR
Teknik interferometri mencitrakan suatu obyek di permukaan bumi dengan cara melakukan pengamatan terhadap beda fase dua gelombang pendar yang bearasal dari satu obyek untuk mendapatkan ketinggian daratan atau perubahan medan. Sistem ini menyinari bumi dengan sinar dari radiasi koherensi gelombang radar, dengan mempertahankan informasi fase dan amplitudo dalam gema radar selama akuisisi data dan pengolahan data. Radiasi ini dapat di gambarkan melalui 3 komponen utama, yaitu :
1.      Panjang gelombang, jarak antar puncak dalam gelombang.
2.      Amplitudo, pergeseran puncak dari gelombang.
3.      Fase, pergeseran gelombang dari beberapa gelombang lain.
InSAR memanfaatkan perbedaan dalam pengukuran fase untuk mendapatkan beda jarak dan perubahan jarak dari dua atau lebih citra SAR yang memiliki nilai kompleks dari permukaan yang sama. Hasil perbedaan dari fase tersebut menghasilkan jenis citra baru yang disebut interferogram, dimana pola lingkaran warna (fringes) menginformasikan bentuk permukaan misalnya topografi.
Gambar  1.5 Perbedaan Fase
            Metode pencitraan InSAR dapat direkam melalui wahana pesawat terbang maupun wahana satelit. Pada wahana pesawat terbang digunakan dua antena pada saat yang sama dan melakukan pencitraan dengan sekali melintas (single pass),  sedangkan pada wahana satelit digunakan satu antena dengan melakukan pencitraan dengan melintas lebih dari sekali pada waktu yang berbeda (multi pass). Pada penggunaan dua buah antena berdasarkan posisi antena dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu posisi melintang pesawat terbang (across track) dan memanjang pesawat terbang (along track).
            Metode dari InSAR banyak digunakan untuk pemetaan topografi daratan dan permukaan es, studi struktur geologi dan klasifikasi batuan, studi gelombang dan arus laut, studi karakteristik dan  pergerakan es,  pengamatan deformasi, dan perubahan permukaan akibat gempa bumi.                          (http://www.rcamnl.wr.usgs.gov, 2007).

 1.4. Daftar Pustaka
 
Kusman, Arief. 2008. Studi Deformasi Gunung Api Batur Dengan Menggunakan Teknologi Sar Interferometri (InSAR). Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB -Bandung, Indonesia.
Sitanggang, Gokmaria. Sistem Penginderaan Jauh Satelit ALOS dan Analisis Pemanfaatan Data. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN. 
 
<URL : http://www.rcamnl.wr.usgs.gov >. Dikunjungi pada 3 agustus 2011, pukul 13.50 WIB.

Dikutip dari proposal Tugas Akhir "Pemantauan Deformasi Porong Sidoarjo Dengan Metode Interferometry SAR" oleh Indi K Sasongko