Selasa, 23 Agustus 2011

Penginderaan Jauh Aktif : InSAR


1.1.            Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh atau inderaja dalam bahasa Indonesia merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi mengenai obyek, daerah, atau fenomena di permukaan bumi tanpa harus melakukan kontak langsung. Informasi yang didapat merupakan hasil dari perekaman sensor yang menerima pantulan sinyal gelombang dari obyek. Wahana dari instrumen ini dapat berupa satelit (spaceborne) ataupun pesawat (airbone).

Gambar 1.1 Wahana dalam Penginderaan Jauh (Kusman, 2008)
Penginderaan jauh memiliki beberapa komponen yaitu tenaga, obyek, sensor, detektor , dan wahana. Tenaga dalam penginderaan jauh dapat dibedakan menjadi tenaga alami dan tenaga buatan. Tenaga alami berasal dari matahari dan tenaga buatan biasa disebut pulsa. Penginderaan jauh yang menggunakan sumber tenaga dari matahari biasa disebut dengan sistem pasif. Sistem pasif ini merekam tenaga pantulan maupun pancaran. Sedangkan penginderaan jauh yang menggunakan tenaga pulsa disebut dengan sistem aktif. Kelebihan dari sistem aktif adalah dapat digunakan untuk pengambilan gambar di malam hari. Tenaga ini digunakan oleh wahana penginderaan jauh untuk mengamati obyek yang ada di permukaan bumi menggunakan sensor sebagai alat penerima pantulan maupun pancaran radiasi elektromagnetik yang kemudian direkam oleh detektor.
Wahana penginderaan jauh menggunakan sistem sensor optik untuk mendeteksi radiasi sinyal matahari dalam gelombang visible dan near infrared yang kemudian dipantulkan atau dihamburkan dari obyek di permukaan bumi. Setiap obyek di permukaan bumi memiliki perbedaan material permukaan, sehingga pantulan gelombang tampak dan infrared yang dihasilkan berbeda pula. Data penginderaan jauh dapat berupa citra foto dan citra digital yang merupakan rekaman dari suatu obyek. Data ini kemudian dilakukan analisis dan interpretasi agar dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan tertentu.


Gambar 1.2 Prinsip Penginderaan Jauh (Kusman, 2008)

1.2.             Penginderaan Jauh dengan Radar
Penginderaan jauh dengan radar merupakan pencitraan dengan memancarkan radiasi gelombang  radar ke obyek di permukaan bumi. Citra dari permukaan bumi dibentuk oleh pantulan atau hamburan energi gelombang radar dari permukaan baik daratan maupun lautan dan sinyal gelmbang dikembalikan lagi ke sensor.  Kelebihan dari pencitraan ini adalah dapat dilakukan dalam kondisi siang hari ataupun malam hari, serta gelombang yang dipancarkan dapat menembus awan, pepohonan serta perairan dangkal tergantung dari jenis band yang digunakan (Kusman, 2008).
Radar menggunakan spektrum gelombang elektromagnetik pada rentang  frekuensi 300 MHz hingga 30 GHz atau panjang gelombang 1 cm hingga 1 meter dengan polarisasi gelombang single vertikal atau horisontal pesawat.  Citra radar yang diperoleh merepresentasikan jumlah energi pantul yang diterima oleh sensor.  Besar kecilnya panjang gelombang yang digunakan berpengaruh  pada citra yang diperoleh.  Semakin besar panjang gelombangnya maka semakin kuat daya tembus gelombangnya.  Hal ini berlaku dengan catatan bahwa semakin tinggi nilai konstanta dielektriknya maka semakin sulit untuk ditembus.
Tabel 1.1 Karakteristik Band (Kusman, 2008)
Sistem radar menggunakan tenaga berupa pulsa sehingga dapat dikategorikan sebagai penginderaan jauh sistem aktif. Pada permukaan bumi, pulsa gelombang radar dipancarkan ke segala arah, sebagian pantulannya diterima kembali oleh sensor. Sistem pencitraan radar bisa menghasilkan gambar dengan resolusi tinggi dari peemukaan bumi. Sistem ini disebut dengan SAR (Synthetic Aperture Radar). Intensitas SAR tergantung dari jumlah hamburan yang kembali dari target dan diterima kembali oleh SAR antena.
Pada prinsipnya, SAR menggunakan prinsip Doppler yaitu frekuensi suatu sumber bunyi akan terdengar berubah apabila sumber bunyi tersebut berubah posisi relatifnya terhadap sensor (pendengar). Prinsip Doppler ini berlaku pula untuk gelombang elektromagnetik. Penjalaran gelombang memiliki frekuensi tertentu dan apabila diperoleh suatu frekuensi dengan cara menerapkan prinsip Dopler, maka frekuensi tersebut dinamakan frekuensi Doppler. Perbedaan frekuensi yang terjadi akan mengakibatkan hasil citra untuk tiap obyek berbeda. 


1.3.            Interferometric Synthetic Aperture Radar (InSAR)
            (InSAR) Interferometric Synthetic Aperture Radar merupakan teknik penginderaan jauh yang digunakan untuk membuat DEM (Digital Elevation Model) atau model topografi berdasarkan data radar. Sensor radar pada pesawat udara atau satelit memancarkan gelombang radar secara konstan,  kemudian gelombang radar tersebut dipantulkan oleh permukaan bumi dan kemudian gelombang tersebut diterima kembali oleh sensor.
            Citra radar yang diperoleh dari pesawat udara maupun satelit berisi dua informasi penting. Informasi tersebut adalah daya sinar pancar berupa amplitude dan fase yang dipengaruhi oleh banyaknya gelombang yang dipancarkan serta dipantulkan kembali. Gambar 1.3  merupakan grafik fase pada satu amplitude dalam perekaman citra radar.
Gambar 1.3 Grafik  Fase
            Pada saat gelombang dipancarkan dilakukan pengukuran fase. Pada citra yang diperoleh dari tiap elemen citra (piksel) akan memiliki dua informasi tersebut. Intensitas sinyal dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik dari obyek yang memantulkan gelombang tersebut, sedangkan fase gelombang digunakan untuk menentukan jarak dari satelit ke obyek. Dari analisis jarak tersebut dapat dibentuk model topografi (DEM) dan juga perubahan (deformasi) apabila terjadi.


      Gambar 1.4 Konfigurasi sistem pemetaan dengan SAR
Teknik interferometri mencitrakan suatu obyek di permukaan bumi dengan cara melakukan pengamatan terhadap beda fase dua gelombang pendar yang bearasal dari satu obyek untuk mendapatkan ketinggian daratan atau perubahan medan. Sistem ini menyinari bumi dengan sinar dari radiasi koherensi gelombang radar, dengan mempertahankan informasi fase dan amplitudo dalam gema radar selama akuisisi data dan pengolahan data. Radiasi ini dapat di gambarkan melalui 3 komponen utama, yaitu :
1.      Panjang gelombang, jarak antar puncak dalam gelombang.
2.      Amplitudo, pergeseran puncak dari gelombang.
3.      Fase, pergeseran gelombang dari beberapa gelombang lain.
InSAR memanfaatkan perbedaan dalam pengukuran fase untuk mendapatkan beda jarak dan perubahan jarak dari dua atau lebih citra SAR yang memiliki nilai kompleks dari permukaan yang sama. Hasil perbedaan dari fase tersebut menghasilkan jenis citra baru yang disebut interferogram, dimana pola lingkaran warna (fringes) menginformasikan bentuk permukaan misalnya topografi.
Gambar  1.5 Perbedaan Fase
            Metode pencitraan InSAR dapat direkam melalui wahana pesawat terbang maupun wahana satelit. Pada wahana pesawat terbang digunakan dua antena pada saat yang sama dan melakukan pencitraan dengan sekali melintas (single pass),  sedangkan pada wahana satelit digunakan satu antena dengan melakukan pencitraan dengan melintas lebih dari sekali pada waktu yang berbeda (multi pass). Pada penggunaan dua buah antena berdasarkan posisi antena dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu posisi melintang pesawat terbang (across track) dan memanjang pesawat terbang (along track).
            Metode dari InSAR banyak digunakan untuk pemetaan topografi daratan dan permukaan es, studi struktur geologi dan klasifikasi batuan, studi gelombang dan arus laut, studi karakteristik dan  pergerakan es,  pengamatan deformasi, dan perubahan permukaan akibat gempa bumi.                          (http://www.rcamnl.wr.usgs.gov, 2007).

 1.4. Daftar Pustaka
 
Kusman, Arief. 2008. Studi Deformasi Gunung Api Batur Dengan Menggunakan Teknologi Sar Interferometri (InSAR). Teknik Geodesi dan Geomatika. Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. ITB -Bandung, Indonesia.
Sitanggang, Gokmaria. Sistem Penginderaan Jauh Satelit ALOS dan Analisis Pemanfaatan Data. Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan Jauh. LAPAN. 
 
<URL : http://www.rcamnl.wr.usgs.gov >. Dikunjungi pada 3 agustus 2011, pukul 13.50 WIB.

Dikutip dari proposal Tugas Akhir "Pemantauan Deformasi Porong Sidoarjo Dengan Metode Interferometry SAR" oleh Indi K Sasongko

Tidak ada komentar:

Posting Komentar